SEKOJA.CO.ID – Komunitas Konservasi Indonesia (KKI Warsi) Jambi menyoroti kerusakan lingkungan yang terjadi di Jambi. KKI Warsi memperkirakan kerusakan lingkungan di Jambi berpotensi merugikan negara Rp 17 triliun.
“Total potensi kerugian negara akibat dari rentetan kejadian itu diperkirakan lebih dari Rp 17 triliun. Angka tersebut hampir empat kali lipat dari APBD Provinsi Jambi pada tahun 2019 yang berada di angka Rp 4,9 triliun. Dari angka ini memperlihatkan keseimbangan ekosistem Jambi berada di angka yang sangat memprihatinkan,” kata Direktur KKI Warsi Jambi, Rudi Syaf, di kantor Warsi Jambi, Jalan Inu Kertapati, Telanaipura, Kota Jambi, Kamis (19/12/2019) dilansir dari laman Detik.com.
Rudi mengatakan berdasar hasil analisa citra satelit Lansat TM 8 luas hutan di Jambi saat ini berada di angka 900 ribu hektare atau 17 persen dari total luas Jambi. Salah satu faktor yang memicu berkurangnya luas hutan di Jambi adalah kebakaran hutan dan lahan.
“Untuk di Provinsi Jambi saja, jumlah titik panas yang terdeksi mencapai 30.947. Bahkan luas kawasan yang mengalami karhutla mencapai 157.137 hektare dengan berbagai peruntukan kawasan, dihitung dari nilai ekologis kerusakan karhutla saja dapat menyebabkan kerugian Rp 12 triliun,” kata Rudi.
“Tingginya nilai kebakaran ini disebabkan dari kebakaran di lahan gambut dengan total luas gambut yang terbakar 101.418 hektare atau 64 persen dan hampir dari 25 persennya berada di lahan gambut yang memiliki kedalaman lebih 4 meter,” lanjutnya.
Selain itu, dia mengatakan aktivitas penebangan pohon secara ilegal di kawasan hutan juga menimbulkan kerugian. Menurutnya, illegal logging di kawasan sekitar perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan menyebabkan kerugian Rp 8 miliar.
Dia juga menyebut kerusakan hutan disebabkan penambangan emas ilegal. Selain kerugian materi, pertambangan emas ilegal juga dianggap berbahaya karena ada merkuri yang digunakan.
“Tidak hanya kerugian ekonomi yang diterima oleh negara dari aktivitas peti (pertambangan emas tanpa izin) ini, namun kerugian yang diterima oleh masyarakat justru lebih besar akibat lingkungan yang rusak dan tidak nyaman lagi ditinggal lantaran aktivitas peti ini bahan-bahannya sangat berbahaya oleh makhluk hidup di sekitaran yaitu menggunakan bahan-bahan merkuri,” terang Rudi.
Aktivitas tambang minyak ilegal di beberapa kabupaten di Jambi juga menyebabkan kerusakan hutan. Dia memperkirakan aktivitas ilegal itu merugikan negara Rp 2 triliun. “Luas lahan hutan 225 hektare kini sudah rusak akibat aktivitas illegal drilling itu, anak-anak sungai yang jernih dulunya mengalir di kawasan hutan juga ikut tercemar. Akibat aktivitas itu kita mendata ada 2.666 kasus infeksi saluran pernafasan terjadi di wilayah di sana dan 559 kasus infeksi kulit juga dialami masyarakat di sekitaran lokasi penambangan. Dari aktivitas itu potensi kerugian negara mencapai Rp 2 triliun,” ucapnya.
Dia berharap masyarakat menjaga kawasan hutan. Penegakan hukum juga harus dilakukan. “Yang terpenting implementasi dan pengawasan secara menyeluruh terkait dengan pelaksanaan pemulihan ekosistem juga harus ditingkatkan serta adanya transparansi penanganan kasus hukum atas kerusakan ekosistem alam yang segera diterapkan,” ujarnya.(ade)