SEKOJA.CO.ID – Kasus suap pergantian antar-waktu (PAW) yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan terus bergulir. Namun, belakangan muncul pendapat yang menyebut kasus ini merupakan kasus penipuan. KPK pun mengempaskan pendapat ini.
Pendapat ini datang dari mantan Ketua Pansel Pimpinan KPK Yenti Garnasih. Dia menilai kasus eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan merupakan kasus penipuan. Menurutnya, Wahyu menipu Harun Masiku dengan janji bisa menjadikannya anggota DPR. Nyatanya, yang bisa meloloskan Harun jadi anggota DPR adalah seluruh pimpinan KPK, bukan Wahyu seorang.
“Jadi saya berpikir bahwa penipuan itu salah satu modusnya. Ada korupsinya, tetapi kalaupun pakai pasal korupsi harus sesuai dengan unsur yang ada,” kata Yenti dalam diskusi ‘Ada Apa di Balik Kasus Wahyu?’ di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).
“Artinya, KPK harus menyiapkan bukti, misal bahwa menerima, kan sudah, kemudian patut diketahui atau patut diduga untuk menggerakkan. Ini harus tahu ini di dalam kronologi harus betul-betul terjawab, karena mereka menyadap tapi mungkin chatting dengan itu, pembahasan di HP-nya,” sambungnya.
Seperti diketahui, Wahyu dijerat KPK melalui OTT pada Rabu, 8 Januari 2020. Wahyu lantas ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yaitu Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku, dan Saeful. KPK menduga Wahyu dan Agustiani adalah penerima suap, sedangkan pemberinya adalah Harun dan Saeful.
Kepentingan suap itu berkaitan dengan pengurusan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP. Harun sebagai caleg PDIP bersama Saeful diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk memuluskan niat Harun menggantikan anggota DPR dari PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas. Namun, dari keempat tersangka itu, hanya Harun yang jejaknya hingga kini masih ditelusuri KPK.
Kasus ini lantas berkembang lantaran sempat ada kabar liar beredar yang bersinggungan dengan kepentingan partai, yaitu PDIP. Namun PDIP membela diri dengan menyiapkan tim hukum untuk mengawal persoalan ini.
Kembali ke penjelasan Yenti. Dia meyakini pernyataan KPU yang mengatakan tak mungkin tak ada kolektif kolegial dalam kasus suap Wahyu. Dari situlah, menurut Yenti, diyakini modus kasus tersebut adalah penipuan.
“Dan kemudian bagaimana pada akhirnya penyuap memberikan, padahal menurut KPU tidak mungkin kalau tidak kolektif kolegial? Nah di situ saya mengatakan, mungkin di situ ada yang meyakinkan penipuan tidak apa-apa di situ. Ada penipuannya, nggak masalah menurut saya,” ujarnya.
Namun Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan kasus yang menjerat Wahyu adalah tindak pidana korupsi. Kesimpulan ini didapat berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan KPK.
“Yang pasti hasil ekspose, hasil gelar perkara dengan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dipimpin oleh tiga pimpinan KPK, waktu itu saya lagi di Surabaya, kita bersepakat bahwa berdasarkan bukti permulaan cukup bahwa telah terjadi suatu tindak pidana,” kata Firli di gedung DPR, Senayan, Jakarta dilansir dari laman Detik.com, Senin (20/1/2020).
“Tindak pidana adalah tindak pidana korupsi, saya kira itu,” tegasnya.
Firli juga secara tegas mengatakan pihaknya akan segera menangkap Harun jika sudah pasti diketahui keberadaannya. “Kalau saya sudah tahu, saya tangkap pasti,” ucap Firli.
Firli mengatakan KPK terus menyerap informasi terkait keberadaan politikus PDIP itu. Dia mengimbau Harun agar menyerahkan diri.
“Dan kesempatan ini, saya imbau dan saya sampaikan kepada saudara HM, di mana pun Anda berada, silakan Anda bekerja sama, kooperatif, apakah dalam bentuk menyerahkan diri, baik ke penyidik KPK maupun pejabat kepolisian,” tuturnya.(mau)